Senin, 10 Desember 2012

(Cerpen) Hak Dan Keadilan Untuk Para Butiran Debu


Hak Dan Keadilan Untuk Para Butiran Debu


Karya : Adelina Kurnia Rafica

Dinginnya kota Jakarta tak di rasakan lagi olehnya. Dia terus berlari, menabrak apa saja yang ada di hadapannya. Sesekali dia membetulkan jaketnya yang sedikit terbuka. Setelah merasa cukup aman, dia berhenti berlari dan mengistirahatkan  jantungnya. Dia merogoh sakunya, mengambil bungkusan kecil yang  berisi barang yang selama ini di carinya.
“Akhirnya, aku dapatkan ini.” Ujarnya sambil tersenyum. Senyum yang tak bisa diartikan oleh siapa pun. Setelah puas menatap benda itu, dia memaksakan kakinya untuk bergerak menuju rumahnya. Sesekali dia menatap langit malam yang sedikit mendung.
“Kamu dari mana ?” tanya ibunya, saat dia membuka pintu kamarnya. Dia hanya diam, tidak memedulikan Ibunya.
“Kamu dari pabrik ?” dia masih membisu dan terpaku di tempat.
“Kapan kamu mau dengarin mama, Karin ? Semua yang kamu lakuin itu sia-sia. Nggak akan ngembaliin semuanya.” Ujar mamanya. Karin hanya menunduk, dadanya sesak, matanya panas. Dia berusaha menahan perasaannya
“Karin ngelakuin semua ini demi papa dan Vina ma!” teriak Karin. Air matanya mengalir.
“Kamu mau bawa bukti apa Rin ? kalau pun kamu mempunyai bukti yang sangat kuat untuk membuktikan semua kejadian ini, kamu tetap tidak akan bisa.” Perkataan mamanya membuat Karin tersentak dan semakin sakit, dia masuk ke kamarnya dan menghempaskan tubuhnya di atas kasurnya. Karin hanya menangis hingga dia tertidur.
            Cahaya matahari yang menembus jendela kamarnya membangunkan Karin. Dia tertidur karna menangis semalam. Dia berjalan keluar kamarnya dan mendapati sebuah kertas di atas meja makannya.
Karin, mama hari ini kerja pagi. Pulangnya malam, tadi mama udah buatin nasi goreng kamu makan ya.
Dan satu lagi, kamu jangan ke pabrik.
Mama.
Karin mendengus membaca isi surat mamanya. Dia membuka tudung saji di atas meja dan memakan nasi gorengnya.
Setelah itu Karin bersiap-siap akan melakukan pekerjaan yang sudah di lakukannya selama setahun belakangan ini. Sejak Papa dan adiknya meninggal, Karin dan mamanya hanya tinggal berdua. Mamanya bekerja sebagai pelayan di sebuah warung makan sederhana. Sedangkan Karin, dia selalu pergi pagi dan pulang sore hari, dia bekerja sebagai buruh di pasar. Dia melakukan itu sejak Ayahnya meninggal, dan di susul oleh adiknya. Karin selalu menyesali kejadian yang merenggut nyawa dua orang yang di sayanginya, walaupun dia dan mamanya berusaha untuk selalu tabah dan sabar. Tapi, itu tak akan mengurangi rasa dendam Karin kepada orang-orang yang berperan dalam kematian Ayah dan Adiknya.
            Waktu menunjukkan pukul 1 siang, Karin menghitung uang yang di dapatnya hari ini.
“Yahh, Cuma 20 ribu.” Ujar Karin seraya duduk di sebuah balok kayu. Karin hanya termenung, dia melihat beberapa anak kecil yang sedang bermain bola di lapangan di depannya. Sesekali matanya hanya terpaku pada seorang cowok yang kelihatannya seumuran dengannya. Cowok itu menatapnya dan menghampirinya.
“Kelihatannya dari tadi kamu ngeliatin aku ya ?” tanya cowok itu
“Oh, iya. Kamu terganggu ya ?”
“Nggak kok. Cuma agak risih aja di perhatiin. Emang ada yang salah ya ?”
“Nggak ada kok. Aku seneng aja liat kamu main sama anak-anak itu ?” Jawab Karin. Cowok itu tersenyum dan duduk di samping Karin.
“Nama kamu siapa ?” tanya cowok itu
“Karin. Kamu ?”
“Aku Dannis.” Melalui perkenalan singkat itu, Karin dan Dannis menjadi teman yang akrab. Dan Karin juga tahu, bahwa sebenarnya Dannis adalah anak orang kaya. Tapi, Dannis merasa jenuh dengan kehidupan rumahnya dan merasa tak mendapatkan kasih sayang dari orangtuanya. Hal itu yang menyebabkan Dannis memilih bergabung ke jalanan.
“Kenapa kamu memilih ke jalanan ? kan masih banyak kerjaan yang lain ?” tanya Karin kepada Dannis saat mereka sedang di lapangan.
“Kerjaan apa yang bisa buat aku ?” Dannis balik bertanya
“Kamu kan anak orang kaya, dan tentu saja orangtua kamu mempunyai banyak rekan bisnis yang bisa nerima kamu kerja.”
“Mereka kan rekan bisnis papaku. Walaupun aku mengenal mereka, bukan berarti mereka mau menerima aku bekerja. Kalau tidak atas dasar nama papaku.”
“Maksudnya ?” tanya Karin tidak mengerti
“Yahh, mereka pasti akan tahu kalau aku pergi dari rumah. Dan itu akan membuat mereka menganggapku bukan anak papaku. Dan, pastinya mereka hanya memandangku rendah. Dan juga, untuk apa aku bekerja di tempat orang yang tak menganggapku ada. Dan ternyata bekerja sebagai buruh, tinggal di jalanan, dan bisa bermain bersama anak-anak itu. Bisa membuatku cukup bahagia dan merasakan arti sebuah kehidupan. ” Jawab Dannis sambil tersenyum.
“Ya, kamu betul. Dan di Negeri ini, seolah-oleh yang memiliki hak hanya orang-orang yang mempunyai nama dan jabatan penting. Sementara orang-orang sepertiku, bagaikan butiran debu yang menempel di sepatu mereka. Yang selalu berharap akan datangnya keajaiban. Aku baru sadar Negeri yang membesarkanku ternyata begini. Sangat lucu...” Karin mencoba tertawa, walau hatinya sakit. Dannis tak tega mendengar perkataan Karin, dia hanya bisa terdiam dan merenungi apa yang di katakan Karin.
“Hei, kok bengong ? pulang yuk, udah sore.” Ajak Karin kepada Dannis. Dannis mengangguk dan mengikuti Karin. Saat mereka melewati sebuah pabrik roti yang terkenal di Indonesia, Karin berhenti dan menatap pabrik itu dengan tatapan nanar.
“Kamu kenapa rin ? kok berhenti ?” tanya dannis.
“Akan kuceritakan.” Jawab Karin, mereka terus berjalan. di perjalanan Karin menceritakan kisahnya.
            Cerita Karin tadi sore selalu memenuhi pikiran Dannis. Dadanya terasa sesak jika mengingatnya.
“Pabrik itu dulu adalah tempat kerja Papaku. Sebelum dia meninggal. Dan dia meninggal juga karna roti yang ada di pabrik itu.” Karin menarik napas
“Kamu tahu kasus-kasus kematian direktur atau kepala industri pabrik, yang terjadi setahun lalu ?” tanya Karin, Dannis hanya mengangguk.
“Ternyata selama ini, pabrik itu melakukan kecurangan yang sangat kejam. Mereka menjatuhkan saingan-saingannya dengan membunuhnya, dan setelah direktur industri itu Meninggal. Otomatis perusahaannya akan goyah dan bangkrut. Dan itu adalah alasan mengapa pabrik itu tetap berjaya hingga sekarang”
“Lalu, apa hubungannya dengan Papa kamu ?” tanya Dannis
“Hubungannya ? Mereka membunuh menggunakan racun yang di masukkan ke dalam roti, lalu menyuruh saingannya itu untuk mencicipinya. Dan papaku, yang tidak sengaja mengetahui hal itu protes. Tapi Damar, Direktur pabrik itu. Dia merayu papa agar tidak berhenti bekerja. Itu juga di lakukannya agar Papa tidak mengadukannya ke polisi. Papa luluh, dan sebagai rasa terima kasihnya. Damar memberikan papa 5 kotak roti yang baru matang. Tapi, ternyata roti itu berisi racun yang mematikan itu. Dan Papa bersama Vina, adikku yang ikut memakan roti itu meninggal dunia.” Dannis kaget mendengar ucapan Karin. Tappi, dia berusaha tenang.
“Dari mana kamu tahu semua itu ?” suara Dannis mulai bergetar.
“Aku juga melihat mereka membuat roti itu. Dan dokter pun bilang begitu. Tapi, dokter sudah di beri uang untuk tutup mulut. Sehingga dia tidak mau membantuku.” Karin berusaha untuk tidak menangis. Sementara Dannis terus berusaha menguasai perasaannya.
            Dannis menggeleng keras. Dia tidak tahu apakah yang di katakan Karin itu kenyataan atau bukan. Dia terus berkata tidak jika hatinya berkata benar.
Sementara itu, Karin pulang dan melihat Mamanya tertidur di ruang tamu. Dia berjalan menuju kamarnya dan mengambil selimut, dia menyelimuti Mamanya dengan penuh kasih sayang, sesaat dia termenung memandangi wajah Mamanya. Lalu dia berjalan ke kamarnya dan mengambil sample roti yang dicurinya di pabrik, sample roti yang berisi racun yang yang merenggut nyawa Ayah dan adiknya.
“Ma, Karin pergi dulu ya.” Ucap Karin seraya mencium kening Mamanya. Karin berlari menuju lapangan tempat gerbong-gerbong kereta api yang tidak terpakai lagi. Tujuan kesini adalah mencari Dannis. Karin mencari ke gerbong tempat Dannis, tapi tidak ada. Dia berkeliling mencari Dannis.
“Satria... Dannis mana?” tanya Karin kepada salah satu teman Dannis.
“Tadi, habis pergi sama kamu dia pulang sebentar. Terus pergi lagi. Arahnya sih ke arah pabrik roti.” Jelas Satria.
“Makasih ya, Sat”
“Iya.” Karin berlari menuju pabrik. Setelah sampai di belakang pabrik, dia mengamati keadaan. Setelah dirasa aman, dia melompati pagar pabrik yang tidak terlalu tinggi.
Karin mengendap-endap masuk ke dalam area pabrik. Dia berusaha mencari sosok Dannis. Dan dia menemukannya, tapi Karin tidak percaya dengan apa yang di lihatnya dan di dengarnya.
“Pa, tolong jelasin sama Dannis pa.” Ujar Dannis
“Apa yang harus papa jelaskan Dan ?” tanya laki-laki yang dipanggil Dannis Papa, yang tak lain adalah Damar
Karin tak mau lagi mendengar pembicaraan dua orang itu, mata sudah dipenuhi oleh air mata. Dia tidak bisa percaya, orang yang sudah dianggapnya sebagai sahabatnya, ternyata adalah anak dari orang yang dibencinya. Karin segera meninggalkan tempat itu. Dan tanpa sepangetahuannya, Dannis melihat Karin pergi.
            Seminggu berlalu, sejak kejadian di pabrik. Sejak itu pula Karin menghindari Dannis. Setiap kali Dannis ingin menjelaskan apa yang terjadi, Karin selalu menghindar dan tak ingin bertemu Dannis. Hingga sore ini, Dannis bertekad menemui Karin di rumahnya, dengan harapan Karin bersedia menemuinya.
Dannis mengetuk pintu rumah Karin. Perempuan setengah baya membukakan pintu, dia adalah Mama Karin.
“Permisi. Tante mamanya Karin?” tanya Dannis sopan
“Iya, betul. Ada apa ya?” jawab dan tanya Mama Karin.
“Saya teman Karin tante. Saya mau cari Karin, Karinnya ada ?”
“Oh, ada. Tunggu sebentar ya” Mama Karin masuk kedalam memanggil Karin. Sementara Dannis duduk di teras menunggu Karin.
“Karin, ada teman kamu tuh” Panggil Mama Karin.
“Siapa ma ?” tanya Karin
“Mama nggak tahu, kamu liat aja dulu” Karin melangkah keteras rumahnya.
“Dannis. Ngapain kamu ke sini ?” Tanya Karin ketus
“Karin, aku Cuma mau bilang kalau aku sama sekali nggak tahu tentang perbuatan Papaku itu. Dan aku juga awalnya tidak percaya dengan apa yang dilakukannya itu. jadi           aku mohon kamu jangan salah paham dulu.” Ujar Dannis panjang lebar. Karin terdiam sesaat, dia menatap mata Dannis. Ad kejujuran di sana.
“Hmm. Aku percaya sma kamu. Kalau begitu, boleh aku menuntut Papamu ?” Ujar Karin.
“Iya. Lakukan, aku akan membantumu.” Jawab Dannis mantap
“Baiklah kalau begitu,, kita mulai dari sekarang. Aku ganti baju dulu” Dannis mengangguk. Dia yakin apa yang dilakukannya benar dan tidak akan ada penyesalan pada akhirnya.
Dannis dan Karin pergi menemui mantan Dosen Dannis dirumahnya. Dosen Alfie,seorang pakar kesehatan dan ilmu kimia. Mereka menunjukkan roti yang didapatkan Karin sebelumnya, dan membawanya ke ruangan lab Pak Allfie. Setelah di cek memang benar ada zat racun yang sangat berbahaya dan mematikan.
“Kalian harus menghentikan pabrik itu, sebelum menimbulkan banyak korban lagi,” Ujar Pak Alfie. Mereka berdua mengangguk dan pamit pulang.
            Keesokan harinya Dannis dan Karin pergi ke kanto polisi untuk melapor. Dan saat disana mereka harus melakukan cek lab lagi, yang memakan waktu 1 jam.
“Dari mana kalian mengetahui hal ini ?” tanya seorang polisi.
“Ayah dan adik saya meninggal karna hal ini setahnu lalu.” Ujar Karin
“Baiklah.kamu sudah membawa bukti, dan akan memudahkan kami melakukan penangkapan. Sekarang kalian pulang dulu, pukul 3 siang kita akan ke lokasi.” Ujar sanng polisi. Karin dan Dannis mengangguk. Mereka pun pulang, Dannis pulang ke rumah Karin untuk membantu menjelaskan hal ini kepada ibu Karin.
“Kamu berhasil melaporkan hal ini ke polisi ?” tanya Mama Karin tidak percaya.
“Iya ma. Karin berhasil, dan ini juga berkat Dannis yang membantu.”
“Terima kasih Dannis. Tante kira selama ini kami tidak akan bisa melakukan hal ini.”
“Sama-sama tante” Ucap Dannis.
Pukul 3 siang polisi beserta Dnnis dan Karin, datang ke pabrik. Polisi segera mengosongkan dan mengepung pabrik. Tapi, Karin tidak melihat Damar. Dia berlari masuk ke dalam pabrik tepatnya ke ruangan Damar. Saat dia mengamati setiap sudut ruangan. Tiba-tiba Damar datang dari arah belakang dan menyodorkan pistol ke arah Karin.
“Dasar anak kecil, kukira dulu yang mati adalah kamu! Ternyata, adikmu yang tidak tahu apa-apa sama sekali” ujar Damar tanpa melepaskan pistolnya.
“Ya, aku juga menyesal. Kenapa bukan aku yang mati. Dan aku lebih sangat menyesal jika kamu tidak mati” Karin tersenyum sinis.
“Cih! Kamu kira, kamu bisa melakukannya ? tidak akan!” ujar Damar
DORRRR !!!!!
Sebuah peluru dengan mulus masuk ke dalam perut Karin. Dan sebelum dia tak sadarkan diri, Karin mendengar suara tembakan dan Suara Dannis yang memangilnya. Dannis menembak ayahnya.
Sudah hampir 3 minggu Karin terbaring di rumah sakit. Akibat peluru yang masuk ke perutnya, Karin kehilangan satu ginjalnya. Saat terbangun, Karin melihat ibunya menangis.
“Karin, kamu sudah sadar ?”
“Mama.” Ujar Karin lirih. Mamanya memeluk Karin dengan lembut. 3 hari sudah, Karin siuman. Tapi selama itu pula Karin tidak melihat Dannis, orang yang ingin Karin temui selain Mamanya.
“Ma, Dannis kok nggak datang-datang jenguk Karin ?” tanya Karin pada Mamanya.
“Dia selalu jenguk kamu kok. Apalagi setelah dia mendonorkan ginjalnya buat kamu. Dan sehari sebelum kamu siuman dia berangkat ke USA untuk melanjutkan kuliahnya dan bekerja disana.” Ujar Mamanya. Karin terkejut mendengar ucapan Mamanya. Dia lagi-lagi kehilangan orang yang di sayangnya.
            5 tahun kemudian. Karna kejadian 5 tahun lalu, Karin mendapatkan beasiswa untuk kuliah lagi, dia kuliah di New York. Sekarang, dia sudah menjadi Desainer terkenal di New York dan Indonesia.
Dan sejak 5 tahun belakangan ini, Karin tidak pernah bertemu Dannis. Terakhir dia mendengar kabar dari Dannis, 2 bulan lalu. Dia mendengar kabar bahwa Dannis sudah menjadi pengusaha sukses di USA. Walaupun begitu, Karin yakin Dannis akan pulang ke Indonesia dan menemuinya. Dan saat Dannis pulang, Karin akan mengatakan perasaanya kepada Dannis.

Source: http://koreanlovers05.blogspot.com/2012/09/hak-dan-keadilan-untuk-para-butiran.html
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar